AKULTURASI BUDAYA PADA MASJID CHENG HOO SURABAYA

Sumber: DetikTravel

Masjid Cheng Hoo dibangun pada tahun 2001 untuk mengenang jasa Laksamana Cheng Hoo yang menyebarkan agama Islam ke Indonesia. Masjid ini dibangun atas inisiatif Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) sebagai bentuk kedekatan muslim Tionghoa dengan masyarakat lokal.

Perancangan bangunan masjid tidak memiliki aturan khusus kecuali tentang syarat-syarat tempat untuk beribadah, sehingga bentuk bangunan masjid di Indonesia sangat beragam. Keberagaman pada arsitektur masjid dipengaruhi oleh akulturasi antara budaya Islam dengan budaya lokal. Wujud akulturasi budaya Islam, Cina, dan Jawa yang terlihat pada bangunan dan ornamennya:

  • Arsitektur: Masjid Cheng Hoo memiliki gaya arsitektur Tiongkok dengan atap yang tidak berbentuk kubah seperti masjid pada umumnya. Atap masjid menyerupai pagoda dengan bentuk segi delapan dan bertingkat.
  • Ornamen: Masjid Cheng Hoo memiliki ornamen kaligrafi Arab berlafaz Allah yang membentuk segi delapan.
  • Tiang penyangga: Masjid Cheng Hoo memiliki delapan tiang penyangga yang merupakan salah satu penerapan budaya Jawa, yaitu saka guru.
  • Panjang bangunan: Panjang bangunan utama Masjid Cheng Hoo adalah 11 meter, yang menunjukan ukuran ka’bah.
Sumber: Bolong.id

Akulturasi budaya Islam, Cina, dan Jawa pada bangunan  Masjid  Cheng  Hoo Surabaya mengadopsi nilai-nilai  yang  baik  dari  kedua  budaya dan membentuk  integrasi  antar  dua budaya,  dimana  hasil percampuran  kedua  budaya  tetap  mempertahankan  identitas  budaya asli,  baik  dari  segi  budaya islam maupun  budaya cina.Perwujudan  dari akulturasi  antar budaya islam dan cina tidak dibuat lebih dominan pada satu budaya saja.Oleh karena hal itu, pengaruh akulturasi budaya islam dan budaya cina pada bangunan Masjid Cheng Hoo Surabaya dimaksudkan agar menjadi simbol keharmonisan antar umat beragama dan juga simbol saling menghormati antar budaya.

Penulis: IH