Di Indonesia, fenomena anak-anak tumbuh tanpa figur ayah semakin meningkat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 12 juta anak di Indonesia hidup dalam keluarga tanpa ayah. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perceraian, kematian, serta pernikahan dini. Kondisi tersebut menimbulkan keprihatinan mengenai pengaruh kurangnya peran ayah dalam keluarga terhadap perkembangan anak.
Dampak kehilangan figur ayah sangat berarti bagi anak-anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh tanpa ayah cenderung mengalami masalah emosional, seperti depresi dan kecemasan. Selain itu, risiko keterlibatan dalam perilaku menyimpang seperti narkoba dan kenakalan remaja juga lebih tinggi bagi mereka. Tanpa bimbingan dan dukungan dari sosok ayah, anak-anak ini sering kali kehilangan arah dan tujuan dalam hidup mereka.
Terutama dalam segi pendidikan, anak-anak tanpa ayah juga menghadapi tantangan yang lebih besar. Mereka sering kali kurang mendapatkan motivasi dan dukungan untuk mengejar pendidikan yang lebih tinggi. Banyak di antara mereka yang putus sekolah karena masalah ekonomi yang dihadapi keluarga, yang sering kali diperburuk oleh ketidakhadiran figur ayah. Hal ini berkontribusi pada siklus kemiskinan yang sulit diputus, karena pendidikan yang rendah berdampak pada peluang kerja di masa depan.
Masyarakat dan pemerintah perlu menyadari isu ini dan mengambil langkah konkret untuk mendukung anak-anak yang tumbuh tanpa ayah. Program-program yang fokus pada penguatan peran ibu, penyediaan layanan konseling, dan dukungan pendidikan dapat membantu anak-anak ini untuk mencapai potensi mereka. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan anak-anak ini dapat tumbuh menjadi individu yang sehat secara emosional dan mampu berkontribusi positif bagi masyarakat.
Penulis: Neysya Meiva Aziza