Jakarta, Hakim dan Putranto [23 Agustus 2024] – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kembali menjadi sorotan publik setelah memutuskan untuk menghapus nama tiga mantan Presiden Republik Indonesia, yakni Soekarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari sejumlah Ketetapan (TAP) MPR. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna MPR dan telah menuai berbagai reaksi dari berbagai kalangan.
Penghapusan nama-nama tersebut dari TAP MPR dinilai sebagai upaya untuk merehabilitasi nama baik para mantan presiden yang sebelumnya pernah tercatat dalam keputusan- keputusan politik yang kontroversial. Namun, di sisi lain, keputusan ini juga memicu perdebatan sengit, terutama terkait dengan konsekuensi historis dan implikasi politiknya.
Pihak MPR berargumen bahwa penghapusan nama-nama tersebut dilakukan semata-mata untuk tujuan keadilan historis dan tidak bermaksud untuk menghapuskan kesalahan masa lalu. Selain itu, keputusan ini juga dianggap sebagai upaya untuk menyatukan kembali bangsa dan membuka lembaran baru dalam sejarah bangsa Indonesia.
Namun, tidak semua pihak sependapat dengan keputusan MPR tersebut. Beberapa kalangan menilai bahwa penghapusan nama-nama tersebut terkesan terburu-buru dan tidak melalui proses kajian yang mendalam. Mereka khawatir bahwa keputusan ini dapat memicu perdebatan yang berkepanjangan dan membuka kembali luka-luka lama.
Selain itu, ada juga yang mempertanyakan apakah penghapusan nama dari TAP MPR sudah cukup untuk merehabilitasi nama baik seseorang. Mereka berpendapat bahwa diperlukan upaya yang lebih komprehensif, seperti melakukan kajian sejarah yang objektif dan transparan.
Keputusan MPR ini tentunya akan memiliki implikasi yang luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Di satu sisi, keputusan ini diharapkan dapat membuka ruang untuk rekonsiliasi nasional dan memperkuat persatuan bangsa. Namun, di sisi lain, keputusan ini juga berpotensi menimbulkan perpecahan dan polarisasi di tengah masyarakat.
Sebagai sebuah lembaga tinggi negara, MPR memiliki kewenangan untuk membuat keputusan-keputusan politik. Namun, dalam mengambil keputusan, MPR juga perlu mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk aspek historis, yuridis, dan sosiologis. Keputusan penghapusan nama tiga mantan presiden dari TAP MPR ini tentu saja merupakan keputusan yang kontroversial dan akan terus menjadi perdebatan di tengah masyarakat
Lalu bagaimana menurut kalian mengenai kebijakan ini? Perlukah ada keputusan penghapusan nama mantan presiden dalam TAP mpr bagi mantan presiden kita? Atau justru seperti kata bung karno sendiri, JAS MERAH (jangan sekali-kali melupakan sejarah), yaitu tetap ditulis kedalam tap mpr?